PENDIDIKAN KARAKTER DI SDN
SUKAJADI
KEC. SOREANG
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Pada
Mata Kuliah Intelegensi
& Lingkungan
Pendidikan
Dosen Pengampu :
Dr. H. DAENG ARIFIN, M.Si.
Disusun
Oleh :
AAS
HASBY ASH-SHIDDIQIE A
NIS.
4103810317101
SEKOLAH
PASCA SARJANA
MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ISLAM NUSANTARA BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sebuah peradaban akan menurun apabila terjadi
demoralisasi pada masyarakatnya. Banyak pakar, filsuf, dan orang-orang bijak
yang mengatakan bahwa faktor moral (akhlak) adalah hal utama yang harus
dibangun terlebih dahulu agar bisa membangun sebuah masyarakat yang tertib,
aman dan sejahtera. Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh orang
tua kepada anak-anak kita. Nilai-nilai moral kepada anak-anak kita. Nilai-nilai
moral yang ditanamkan akan membentuk karakter (akhlak mulia) yang merupakan
pondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan
sejahtera.
Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah
berat yang harus dilalui, yaitu terjadinya krisis multidimensi yang
berkepanjangan. Masalah ini sebetulnya mengakar pada menurunnya kualitas moral
bangsa yang dicirikan oleh membudayanya praktek KKN, konflik, (antar etnis,
agama, politisi, remaja, antar RW, dsb)
meningkatnya kriminalitas, menurunnya etos kerja, dan banyak lagi.
Budaya-budaya tersebut adalah penyebab utama Negara kita sulit untuk bangkit
dari krisis ini.
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan
dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan
karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter
sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah dimasa dewasanya kelak.
Selain itu, menanamkan moral kepada generasi muda adalah usaha yang strategis.
Oleh karena itu penanaman moral melalui pendidikan karakter sedini mungkin
kepada anak-anak adalah kunci utama untuk membangun bangsa.
B.
Rumusan
Masalah
Saya telah menyusun beberapa masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini sebagai batasan dalam pembahasan. Adapun beberapa
masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini antara lain:
1.
Apa pengertian pendidikan karakter itu?
2.
Bagaimana pendidikan karakter di SDN Sukajadi?
3.
Apa pentingnya pendidikan karakter di Usia Sekolah Dasar?
4.
Apa prinsip pendidikan karakter di SDN Sukajadi?
5.
Apa dampak pendidikan karakter di SDN Sukajadi?
6.
Bagaimana peran guru dalam pendidikan karakter di SDN
Sukajadi?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka
penyusunan makalah ini bertujuan untuk:
1.
Menjelaskan pengertian pendidikan karakter.
2.
Menjelaskan bagaimana pendidikan karakter di SDN Sukajadi.
3.
Menjelaskan tentang pentingnya pendidikan karakter.
4.
Menjelaskan tentang prinsip pendidikan karakter di SDN Sukajadi.
5.
Menjelaskan tentang dampak pendidikan karakter di SDN Sukajadi.
6.
Menjelaskan peran guru dalam pendidikan karakter di SDN Sukajadi.
BAB II
PENDIDIKAN KARAKTER DI SDN SUKAJADI
A.
Pengertian
Pendidikan Karakter
Secara garis besar ada tiga bentuk layanan
pendidikan, yaitu mendidik, mengajar, dan melatih. Ketiganya dapat dibedakan
tetapi sukar untuk dipisahkan. Mendidik lebih terarah pada pengembangan aspek
kepribadian, khususnya aspek afektif, konatif, sikap, nilai, moral, yang seluruhnya
disebut karakter. Kata mendidik tanpa tambahan mendidik karakter sesungguhnya
secara implisit sudah mengandung makna mendidik karakter. Mengajar lebih
terarah pada pengembangan aspek intelektual dan berfikir dari aspek sosial
komunikasi.
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya
ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat
jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja,
tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai
(enkulturisasi dan sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yang
menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup
sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu:
1.
Afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan,
akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan
kompetensi estetis.
2.
Kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan
daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi.
3.
Psikomotorik yang tercermin pada kemampuan
mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi
kinestetis.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa
Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah
berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut
Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap
(attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan
(skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau
menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk
tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku
jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang
perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan
itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan
atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas
atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos
kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter
dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan
pendidikan harus berkarakter.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi
pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan
(feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek
ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter
yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi
cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan
anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil
menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil
secara akademis.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal
dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan
segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga,
kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan,
suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan
dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter
toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan
pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik
menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good.
Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja.
Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni
bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi mesin yang bisa membuat
orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa,
orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan
itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah
menjadi kebiasaan.
Lebih
lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang
dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu
membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku
guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru
bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut
T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi
anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang
baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara
yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai
sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina
kepribadian generasi muda.
Pendidikan
karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral
universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut
sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti,
apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli
psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan
ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun,
kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan
pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi,
cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar
manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli,
jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin,
visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di
sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya
dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang
bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi,
dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa
ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan
pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut
didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan
remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus
dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut
telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga
pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat
meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui
peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para
pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan
pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada
perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus
pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan
penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di
negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif,
pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain
menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman
nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Ki
Hadjar Dewantara dari Taman Siswa di Yogyakarta bulan Oktober 1949 pernah
berkata bahwa "Hidup haruslah diarahkan pada kemajuan, keberadaban, budaya,
dan persatuan”. Sedangkan menurut Prof. Wuryadi, manusia pada dasarnya baik
secara individu dan kelompok, memiliki apa yang jadi penentu watak dan
karakternya yaitu dasar dan ajar. Dasar dapat dilihat sebagai apa yang disebut
modal biologis (genetik) atau hasil pengalaman yang sudah dimiliki (teori
konstruktivisme), sedangkan ajar adalah kondisi yang sifatnya diperoleh dari
rangkaian pendidikan atau perubahan yang direncanakan atau diprogram.
B. Pendidikan
Karakter di SDN Sukajadi
Faktor
kelurga sangat berperan dalam membentuk karakter anak. Namun kematangan emosi
social ini selanjutnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekolah sejak usia
dini sampai usia remaja. Bahkan menurut Daniel Goleman, banyaknya orang tua
yang gagal dalam mendidik anak-anak, kematangan, emosi sosial anak dapat
dikoreksi dengan memberikan latihan pendidikan karakter kepada anak-anak di
sekolah terutama sejak usia dini.
Pendidikan karakter pada anak usia sekolah, dewasa
ini sangat diperlukan dikarenakan saat ini bangsa Indonesia sedang mengalami
krisis karakter dalam diri anak bangsa. Karakter disini adalah watak, tabiat,
akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi
berbagai kebijakan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara
pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak.
Sekolah
adalah tempat yang strategis untuk pendidikan karakter karena anak-anak dari
semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak
menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, sehingga apa yang
didapatkannya di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya.
Indonesia
belum mempunyai pendidikan karakter yang efektif untuk menjadikan bangsa
Indonesia yang berkarakter (tercermin dari tingkah lakunya). Padahal ada
beberapa mata pelajaran yang berisikan tentang pesan-pesan moral, misalnya
pelajaran agama, kewarganegaraan, dan pancasila. Namun proses pembelajaran yang
dilakukan adalah dengan pendekatan penghafalan (kognitif). Para siswa
diharapkan dapat menguasai materi yang keberhasilannya diukur hanya dengan
kemampuan anak menjawab soal ujian (terutama dengan pilihan berganda). Karena
orientasinya hanyalah semata-mata hanya untuk memperoleh nilai bagus, maka
bagaimana mata pelajaran dapat berdampak kepada perubahan perilaku, tidak
pernah diperhatikan. Sehingga apa yang terjadi adalah kesenjangan antara
pengetahuan moral (cognition) dan perilaku (action). Semua orang pasti
mengetahui bahwa berbohong dan korupsi itu salah dan melanggar ketentuan agama,
tetapi banyak sekali orang yang tetap melakukannya. Tujuan akhir dari
pendidikan karakter adalah bagaimana manusia dapat berperilaku sesuai dengan
kaidah-kaidah moral.
Menurut
Berman, iklim sekolah yang kondusif dan keterlibatan kepala sekolah dan para
guru adalah faktor penentu dari ukuran keberhasilan interfensi pendidikan
karakter di sekolah. Dukungan saran dan prasarana sekolah, hubungan antar
murid, serta tingkat kesadaran kepala sekolah dan guru juga turut menyumbang
bagi keberhasilan pendidikan karakter ini, disamping kemampuan diri sendiri (melalui
motivasi, kreatifitas dan kepemimpinannya) yang mampu menyampaikan konsep
karakter pada anak didiknya dengan baik.
C. Pentingnya
Pendidikan Karakter di Usia Sekolah Dasar
Pendidikan
karakter pada anak usia sekolah dasar, dewasa ini sangat diperlukan dikarenakan
saat ini Bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter dalam diri anak
bangsa. Karakter di sini adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian
seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, bepikir, bersikap,
dan bertindak. Kebajikan tersebut berupa Sejumlah nilai moral, dan norma,
seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat pada orang lain,
disiplin, mandiri, kerja keras, kreatif.
Berbagai
permasalahan yang melanda bangsa belakangan ini ditengarai karena jauhnya kita
dari karakter. Jati diri bangsa seolah tercabut dari akar yang sesungguhnya.
Sehingga pendidikan karakter menjadi topik yang hangat di bicarakan belakangan
ini. Menurut Prof. Suyanto, Ph.D,”karakter adalah cara berpikir dan berperilaku
yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.” Individu yang berkarakter
baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mem¬pertang¬gungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Pembentukan
karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas
tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan
akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan
tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian
atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh
berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Pendidikan
karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena
pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan
nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti
luhur. Nilai-nilai positif dan yang seharusnya dimiliki seseorang menurut
ajaran budi pekerti yang luhur adalah amal saleh, amanah, antisipatif, baik
sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berani memikul resiko,
berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertaqwa,
berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran jauh ke depan,
bersahaja, bersemangat, bersifat konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab,
bertenggang rasa, bijaksana, cerdas, cermat, demokratis, dinamis, efisien,
empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur, kesatria,
komitmen, kooperatif, kosmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh hati,
lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai karya orang
lain, menghargai kesehatan, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu,
patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, berpengendalian diri, produktif, rajin,
ramah, rasa indah, rasa kasih sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa
memiliki, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat
kebersamaan, setia, siap mental, sikap adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap
tertib, sopan santun, sportif, susila, taat asas, takut bersalah, tangguh,
tawakal, tegar, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan sejenisnya.
Sejatinya
pendidikan karakter ini memang sangat penting dimulai sejak dini. Sebab
falsafah menanam sekarang menuai hari esok adalah sebuah proses yang harus
dilakukan dalam rangka membentuk karakter anak bangsa.
Pada
usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas
(golden age) terbukti sangat menen¬tukan kemampuan anak dalam mengembangkan
potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar lima puluh persen variabilitas
kecer-dasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia empat tahun.
Peningkatan tiga puluh persen berikutnya terjadi pada usia delapan tahun (SD),
dan dua puluh persen sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua (SMP).
Dari
sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang
merupakan lingkungan pertama bagi pertum¬buhan karakter anak. Setelah
keluar¬ga, di dunia pendidikan karakter ini sudah harus menjadi ajaran wajib
sejak sekolah dasar.
Anak-anak
adalah generasi yang akan menentukan nasib bangsa di kemudian hari. Karakter
anak-anak yang terbentuk sejak sekarang akan sangat menentukan karakter bangsa
di kemudian hari. Karakter anak-anak akan terbentuk dengan baik, jika dalam
proses tumbuh kembang mereka mendapatkan cukup ruang untuk mengekspresikan diri
secara leluasa.
D. Prinsip
Pendidikan Karakter di SDN
Sukajadi
Langkah
terakhir adalah dengan memperhatikan prinsip-prinsip penerapan pendidikan
karakter. Character Education Quality Standards merekomendaikan sebelas prinsip
untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebagai berikut:
1.
Mempromosikan
nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
2.
Mengidentifikasikan
karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku.
3.
Mengguanakan pendekatan
yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter.
4.
Menciptakan
komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
5.
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku yang baik.
6.
Memiliki cakupan
terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua siswa,
membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses.
7.
Mengusahakan
tumbuhnya motivasi diri para siswa.
8.
Memfungsikan
seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk
pendidikan karakter yang setia kepada nilai dasar yang sama.
9.
Adanya pembagian
kepimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan
karakter.
10.
Memfungsikan
keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.
11.
Mengevaluasi
karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan
manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa.
E. Dampak
Pendidikan Karakter di SDN
Sukajadi
Beberapa
penelitian bermunculan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini
diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh
Character Education Partnership.
Dalam
buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari
University of Missouri-St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah
dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan
karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan
karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang
dapat menghambat keberhasilan akademik.
Sebuah
buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins,
et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh
positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa
ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah.
Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan
otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama,
kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan
berkomunikasi.
Hal
itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di
masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20
persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah
dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak
dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat
sejak usia prasekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia
dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari
masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran,
narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Beberapa
negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di
antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di
negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang
tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.
Seiring
sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat
tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa
yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
F. Peran
Guru dalam Pengembangan Karakter di SDN Sukajadi
Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), yang kemudian diimplementasikan menjadi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), merupakan kurikulum yang dirancang untuk
memberikan peluang seluas-luasnya bagi sekolah dan tenaga pendidik untuk
melakukan praktik-praktik pendidikan dalam rangka mengembangkan semua potensi
yang dimiliki peserta didik, baik melalui proses pembelajaran di kelas maupun
melalui program pengembangan diri (ekstrakurikuler). Pengembangan potensi
peserta didik tersebut dimaksudkan untuk memantapkan kesadaran diri tentang
kemampuan atau life skill terutama kemampuan personal (personal skill) yang
dimilikinya. Termasuk dalam hal ini adalah pengembangan potensi peserta didik
yang berhubungan dengan karakter dirinya.
Dalam
pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi yang
strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa ditiru atau
menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan
motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam
diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin
siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan
generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu
merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang
harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis,
dan dinamis.
Ada
beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk memainkan peranannya secara optimal
dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta didik di sekolah, sebagai
berikut :
1.
Optimalisasi
peran guru dalam proses pembelajaran. Guru tidak seharusnya menempatkan diri
sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta didik, tetapi guru
seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing,
memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan
dan menemukan sendiri hasil belajarnya.
2.
Integrasi materi
pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran. Guru dituntut untuk perduli, mau
dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter pada materi-materi
pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya dengan ini,
setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan dalam proses
pembelajaran.
3.
Mengoptimalkan
kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak
mulia. Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih
mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi
pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada
pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.
4.
Penciptaan lingkungan
sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter peserta didik.
Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia
(peserta didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu
sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan
berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan pendidikan
karakter peserta didik.
5.
Menjalin
kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan
pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan
orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber
dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di
sekolah.
6.
Menjadi figur
teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik terhadap materi
pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit tidak akan bergantung
kepada penerimaan pribadi peserta didik tersevut terhadap pribadi seorang guru.
Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha
untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari model/pigurnya tersebut. Momen
seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara
langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri
pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai
karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi
pelajaran, tetapi juga pada prosesnya.
Dalam
uraian di atas menggambarkan peranan guru dalam pengembangan pendidikan
karakter di sekolah yang berkedudukan sebagai katalisator atau teladan,
inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator. Dalam berperan sebagai
katalisator, maka keteladanan seorang guru merupakan faktor mutlak dalam
pengembangan pendidikan karakter peserta didik yang efektif, karena
kedudukannya sebagai figur atau idola yang ditiru oleh peserta didik. Peran
sebagai inspirator berarti seorang guru harus mampu membangkitkan semangat
peserta didik untuk maju mengembangkan potensinya. Peran sebagai motivator,
mengandung makna bahwa setiap guru harus mampu membangkitkan semangat, etos
kerja, dan potensi yang luar biasa pada diri peserta didik. Peran sebagai
dinamisator, bermakna setiap guru memiliki kemampuan untuk mendorong peserta
didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh kearifan, kesabaran, cekatan,
cerdas dan menjunjung tinggi spiritualitas. Sedangkan peran guru sebagai
evaluator, berarti setiap guru dituntut untuk mampu dan selalu mengevaluasi
sikap atau prilaku diri, dan metode pembelajaran yang dipakai dalam
pengembangan pendidikan karakter peserta didik, sehingga dapat diketahui
tingkat efektivitas, efisiensi, dan produktivitas
programnya.
Dengan
demikian berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks
sistem pendidikan di sekolah untuk mengembangkan pendidikan karakter peserta
didik, guru harus diposisikan atau memposisikan diri pada hakekat yang
sebenarnya, yaitu sebagai pengajar dan
pendidik, yang berarti disamping mentransfer ilmu pengetahuan, juga mendidik
dan mengembangkan kepribadian peserta didik melalui intraksi yang dilakukannya
di kelas dan luar kelas.
Guru
hendaknya diberikan hak penuh (hak mutlak) dalam melakukan penilaian (evaluasi)
proses pembelajaran, karena dalam masalah kepribadian atau karakter peserta didik,
guru merupakan pihak yang paling mengetahui tentang kondisi dan
perkembangannya.
Guru
hendaknya mengembangkan sistem evaluasi yang lebih menitikberatkan pada aspek
afektif, dengan menggunakan alat dan bentuk penilaian essay dan wawancara
langsung dengan peserta didik. Aalat dan bentuk penilaian seperti itu, lebih
dapat mengukur karakteristik setiap peserta didik, serta mampu mengukur sikap
kejujuran, kemandirian, kemampuan berkomunikasi, struktur logika, dan lain
sebagainya yang merupakan bagian dari proses pembentukan karakter positif. Ini
akan terlaksana dengan lebih baik lagi apabila didukung oleh pemerintah selaku
penentu kebijakan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan
diartikan sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia insan kamil.
Dalam
pendidikan karakter di SDN Sukajadi, semua komponen
(stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas
hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
B. Saran
Diharapkan
dengan diterapkannya pendidikan karakter di SDN Sukajadi dapat membentuk pribadi siswa yang unggul dalam
berperilaku dan memiliki kepribadian yang sesuai dengan moral-moral pancasila
dan agama. Untuk itu penerapan pendidikan karakter di SDN Sukajadi sangat diperlukan, sehingga kita dapat menjadi
orang yang bermoral dan berpancasila.
DAFTAR
PUSTAKA
Megawangi,
Ratna. 2004. Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage Fondation.
http://doddywir.blogspot.com/pentingnya-pendidikan-karakter.html
(diakses tanggal 27 Desember 2012).
http://edukasi.kompasiana.com/peranan-guru-dalam-pengembangan-pendidikan-karakter-di-sekolah-dasar
(diakses tanggal 27 Desember 2012).